top of page

ORANG BAIK ITU SELALU DITANTANG

MINGGU BIASA 21 C 2019

Yesaya 66:18-21; Ibrani 12:5-7.11-13; Lukas 13:22-30


Rancangan Tuhan bukan rancangan kita. PikiranNya bukan pikiran kita. Tuhan mengenal semua manusia dari segala bangsa dan bahasa. Itu berarti bagi Tuhan tidak ada yang tersembunyi. Ia mengenal kita satu per satu dan memanggil kita dengan nama kita masing-masing (Yes 43:1; 45:3). Ia telah melukis kita di telapak tanganNya (bdk Yes 49:16).

Tuhan senantiasa mengumpulkan semua orang untuk melihat kemuliaanNya. KemuliaanNya terbuka untuk siapa saja. Sering manusia melalui sikap, tutur kata dan cara hidupnya menghalangi dirinya untuk mengalami kemuliaan dan kemurahan Tuhan. Kita harus membongkar semua block yang menghalangi untuk melihat dan mengalami kemuliaan Allah. Penghalang untuk menerima berkat dan kerahiman Tuhan adalah hati yang tidak bertobat.

Tuhan mengajak melalui Yesaya supaya kita berkumpul (bersatu), seperti Tuhan mempersatukan kembali orang Israel dari pembuangan di Babel (bdk Yes 66:18-21). Di saat orang bersatu, semuanya menjadi mungkin. Kekuatan orang yang bersatu, mengalahkan segala hal yang lain dalam hidup. “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Andaikan semua orang bersatu dalam kehidupan setiap hari, pasti segala sesuatunya menjadi gampang. Apa pun kesulitan yang kita hadapi selalu ada jalan keluarnya. Seperti “sapu lidi” dia bisa digunakan untuk membersihkan sampah kalau lidi-lidi itu disatukan. Krisis “kebersamaan / persatuan” menjadi hal yang membahayakan untuk kehidupan bersama. Di saat orang semakin menomorsatukan dirinya dalam segala sesuatu maka kehancuran sudah di ambang pintu untuk kelompok atau masyarakat di mana orang seperti itu hidup. Orang di zaman ini, lebih suka untuk membentuk pengotakan, aku – dia, kami – mereka, suku – bahasa, asal-usul, marga dan pengotakan berdasarkan kepentingan lainnya. Orang mulai lupa untuk berpikir dalam “krangka kebersamaan atau persatuan” bahwa di hadapan Tuhan kita semua sama dan berharga di mataNya. Kita semua adalah saudara dari Bapa – Ibu yang sama, dari langit dan bumi yang sama, dari Allah yang satu dan sama. Komunitas yang bersatu, senantiasa kuat dan bertahan.


Kita harus menjadi pelaku yang mengedepankan kebersamaan, persatuan dalam hidup setiap hari dengan belajar dari kebaikan Allah. Ia selalu menerbitkan matahari untuk orang baik dan jahat, menurunkan hujan untuk orang yang benar dan salah, memberikan udara untuk semua makluk hidup tanpa memandang dia baik atau buruk. Tujuan Allah hanya satu yakni untuk kebaikan ciptaanNya.


Kita tanamkan “kesadaran posetif” dalam diri masing-masing bahwa kita adalah alat di tangan

Tuhan untuk membagi kebaikanNya dengan sesama. Kita adalah sarana keselamatan untuk yang lain. Karena itu pertanyaannya “apakah selama ini saya menjadi alat di tangan Tuhan untuk membagi kebaikanNya atau untuk menjauhkan sesama dari cinta Allah”?

Sejarah keselamatan manusia dari perbudakan dosa adalah sejarah yang sangat interaktif. Maksudnya dalam sejarah keselamatan, Allah melibatkan manusia secara aktif untuk menyelamatkan dirinya (manusia). Allah menggunakan seluruh situasi yang mengelilingi hidup manusia. Ia memilih dari antara manusia untuk menunjukkan jalan yang benar, mengajar tentang kebaikan serta beralih dari “budaya dosa” ke budaya kehidupan.

Budaya dosa yaitu

1) orang yang membiasakan dirinya hidup dalam relasi yang tidak baik dengan Allah dan sesamanya.

2) Orang yang tidak menghargai sesama dalam segala konteks dan level kehidupan.

3) orang yang memilih untuk berjalan dalam gelap ketimbang dalam terang.


Yesaya sebagai seorang nabi yang membawa pengharapan dan pembaharuan dalam hidup orang Israel, ia selalu menawarkan “sisi posetif” dari hubungan personal manusia dengan Allah. Hubungan personal Allah – manusia itu musti nyata dalam kehidupan setiap hari, misalnya dengan melakukan yang benar dan baik serta menghindari yang jahat.

Wujud kepercayaan dan iman akan Tuhan harus nampak dalam pola laku, tutur kata dan relasi dengan semua ciptaan serta dengan Tuhan dalam hidup setiap hari. Orang yang beriman teguh adalah dia yang senantiasa menghormati keharmonisan relasi dirinya dengan alam semesta serta orang-orang lain. Relasi yang harmonis itu hanya lahir dari sebuah kelekatan dengan Allah. Artinya orang selalu merindukan Allah dan melaksanakan kehendakNya.

“Hai anakku, janganlah meremehkan didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan olehNya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak” (bdk Ibr 12:5-7;11-13). Teks ini menampilkan satu sisi lain dari manfaatnya memiliki iman. Beberapa kali pesan teks ini menyentuh dan meneguhkan saya dalam “situasi sulit” yang sedang saya hadapi. Suatu kesempatan seorang fasilitator growth group mengutip teks ini dengan bahasa yang disederhanakan “orang baik itu, selalu ditantang”. Siapa pun orang baik yang pernah kita kenal adalah mereka “yang pernah mengalami tantangan hidup yang tidak sedikit”. Mereka sudah melalui pelbagai macam situasi pahit-manisnya hidup. Mereka tetap menjadi baik, karena bisa menghadapi dan mengatasi semua tantanganya dengan baik. Keyakinan bahwa “orang baik itu, selalu ditantang” menjadi semacam opium dalam menghadapi situasi apa pun dalam hidup. Kebaikan diuji dalam tantangan.


Segala sesuatu yang saya jumpai setiap hari adalah sebuah proses di mana Allah menyapa, menegur dan menyesah saya. Allah ingin memperkenalkan diriNya dengan multi wajah. Allah menghendaki supaya saya selalu peka dan bisa melihat rancanganNya bukan rancanganku dalam segala sesuatu yang saya laksanakan. Misalnya:

  • Di kala kita memohon keteguhan iman: Allah memberi kita tantangan agar kita belajar untuk mengatasinya bersama Tuhan.

  • Di kala kita memohon kesehatan : Allah memberi kita sakit agar kita bisa menghargai artinya menjadi sehat.

  • Di kala kita memohon damai: Allah memberi konflik agar kita belajar pentingnya kedamaian dalam hidup setiap hari.

  • Di kala kita meminta kekayaan: Allah memberi kita hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, agar kita belajar menghargai segala sesuatu yang kita miliki.

Di saat kita sanggup mensyukuri segala sesuatu yang kita miliki, pintu berkat dan rahmat akan terbuka lebar untuk berkat dan rahmat berikutnya lagi. Metode pelayanan Yesus: 1) berjalan kaki dari desa ke desa, dari kota ke kota sambil mengajar. 2) Kesempatan inilah yang dipakai oleh pendengarNya untuk bertanya tentang banyak hal. Ada pertanyaan yang sungguh keluar dari ketidaktahuan, tetapi ada juga pertanyaan hanya untuk menguji apakah Yesus bisa menjawabnya dengan benar atau sebagai upaya untuk menemukan kesalahanNya. 3) Pertanyaan yang disampaikan pendengarNya “ Tuhan sedikit sajakah orang yang diselamatkan”? Yesus menjawab dengan menegaskan “berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sempit itu!... Ada yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan ada yang terdahulu yang menjadi terakhir. (bdk Luk 13:22-30)


Hidup sesuai dengan iman dan mengamalkan sepenuhnya dalam kehidupan setiap hari adalah “pintu sempit” di dunia yang serba instant ini. Banyak orang zaman ini yang bermental instant. Mungkin kita juga termasuk di dalamnya? Orang tidak peduli dengan pelbagai pertimbangan “iman dan moral”. Kebanyakan orang cuma memikirkan hidup kren / fashionable. Orang tidak peduli, sesuatu yang diperoleh, entah halal atau tidak, yang penting saya senang. Orang menjadi malas untuk berpikir dan merenungkan tentang apa yang penting dalam hidupnya.

Orang menjadi mudah capeh. Ke tempat ibadat capeh, berpikir capeh, berkumpul bersama teman capeh…. semua capeh. Bahkan ada yang sampai “capeh menjadi manusia”.

Komsos Paroki Pademangan

30 views0 comments

Recent Posts

See All

Edisi: XIII / 2020 / HARI MINGGU PRAPASKAH V

KEMATIAN (BENCANA) REALITAS YANG TIDAK BISA DITOLAK Wabah Corona, menggemparkan dunia. Awalnya bermula dari Wuhan, China. Lalu sekarang ia menyebar dan mewabah ke seluruh dunia. Indonesia juga termasu

bottom of page