RENUNGAN HARI MINGGU KE 22
Putera Sirahk 3:17-18.20.28-29; Ibrani 12;18-19.22-24a; Lukas 14:1.7-14
Buku kebijaksanaan Putera Sirakh memberikan kita beberapa kualitas untuk membangun sebuah kehidupan yang baik (bermutu). Mutu kehidupan seseorang sangat dipengaruhi oleh karakter dasar orang tersebut. Karakter seseorang bisa dibentuk, diproses dan diasah agar mencapai diri yang diidealkan, yang didambakan. Proses pembentukan karakter itu, sangat tergantung pada “kerelaan hati” untuk berubah dan juga dalam proses pembatinan serta pengakaran sesuatu yang posetif dalam hidup.
Proses perubahan itu terjadi pertama-tama dalam konsep, dalam alam pikiran dan selanjutnya turun ke hati, lalu dipraktekan. Hati nurani yang mendorong supaya perubahan segera terjadi. Apa pun yang terjadi dalam hidup pertama-tama ia terjadi dalam pikiran. Kadang sesuatu itu terjadi karena pikiran yang diendapkan sejak masa lalu / masa kecil, lalu sekarang kembali muncul dengan kekuatan dorongannya yang tinggi. Karena itu, yang perlu kita kawal dalam hidup ini yaitu pikiran kita, agar selalu diarahkan kepada yang baik dan posetif. Pikiran adalah mesin perubahan yang dasyat.
Sarana yang dipakai dalam mengawal pikiran adalah hati yang bersih dan tulus. Kualitas hati seperti ini, tidak mudah untuk dikibuli oleh pikiran yang brilliant tetapi menyimpang, oleh pikiran yang cepat, tajam dan tangkas tetapi ada pamrih kepada kesenangan semata. Hati yang tulus adalah rumah kebijaksanaan. Segala yang posetif akan bersarang padanya. Apakah anda mempunyai rumah kebijaksanaan dalam hidupmu?
Aspek hakiki yang menentukan mutu kehidupan seseorang ditentukan oleh kejernihan hatinya. Sebuah hati yang tulus, selalu memancarkan semangat kelemah-lembutan, kerendahan hati, kearifan serta keceriaan. Opsinya adalah kebaikan.
Putera Sirakh menganjurkan “kebijaksanaan praktis” dalam hidup yaitu “kesopanan, lemah lembut, rendah hati, arif dan telinga yang mendengarkan” (bdk Sir 3:17-18.20.28-29). Nilai-nilai ini melekat dalam diri orang yang selalu merindukan kebenaran dalam hidup. Dengan memiliki kebijaksanaan praktis ini, seseorang semakin terbuka kepada hal yang baru: pengalaman, peristiwa bahkan perubahan waktu.
Semua orang mempunyai telinga, tetapi tidak setiap orang siap untuk mendengarkan. Orang sering memilah-milah dalam mendengarkan. Misalnya saya mendengarkan sesuatu, sejauh itu menguntungkan dan bermanfaat untuk saya. Orang gagal menjadi pendengar yang baik, karena orang terlalu ingat diri dan beroriestasi pada maanfaat yang harus dialami sekarang. Pada dasarnya menjadi pendengar yang baik selalu menguntungkan, kini dan nanti. Dia menguntungkan sekarang karena orang yang berbicara mendapat kesempatan untuk “menumpahkan” semua keluhan, kesulitan, hal-hal yang membebankan ataupun kesuksesan, kesenangan serta idealialismenya.
Dengan mendengar kita belajar untuk membangun kesadaran bahwa kita sedang memberi kesempatan untuk orang membebaskan dirinya dari “kungkungan perasaan, kecemasan, ketakutan” ataupun memberikan seseorang energi tambahan untuk mewujudkan impian, rencana atau mengasah ketajaman hati serta pikirannya. Dengan mendengarkan, kita memberi peluang untuk diri kita bertumbuh dan berkembang, serentak pada saat yang sama kita memberikan kesempatan yang sama kepada seseorang yang sedang berbicara.
Yesus datang ke rumah pemimpin orang-orang Farisi dan makan bersama mereka. Ada banyak tamu yang juga datang ke sana. Mereka sibuk mencari tempat terhormat untuk duduk. Melihat situasi seperti itu, Yesus menyampaikan perumpamaan tentang: 1) .“…orang diundang ke pesta perkawinan, jangan duduk di tempat kehormatan tetapi duduklah di tempat yang rendah”. Jangan duduk di tempat terhormat karena kamu sendiri yang mau, tetapi tunggulah tuan pesta menempatankanmu di tempat itu”. 2). Kalau kamu membuat jamuan siang atau malam, undanglah orang miskin, orang-orang cacat, lumpuh, buta. Engkau akan berbahagia karena mereka tidak bisa membalas untuk mengundangmu, tetapi engkau akan mendapat balasannya pada hari kebangkitan orang-orang saleh (bdk Lukas 14:1.7-14). Yesus mengajak kita agar berlaku rendah hati. Kerendahan hati adalah tempat di mana kebajikan yang lain bertumbu, bersemi dan berkembang.
Orang yang rendah hati bisa mencintai yang lain dengan tulus.
Orang yang rendah hati selalu melihat hal posetif dalam diri sesamanya. Ia selalu dikarunia dengan kedamaian batin karena itu dia tidak iri dengan orang lain. Dia mencintai orang lain dengan tulus dan merindukan agar mereka berkembang untuk menjadi semakin baik.
Orang yang rendah hati, mudah untuk memahami & mengerti orang lain. Orang macam ini, selalu mengedepankan hal-hal baik dari sebuah kebersamaan, bukan hal negatifnya. Dengan selalu menggunakan cara pandang yang posetif maka seseorang juga secara tidak langsung diubah untuk melakukan hal yang posetif dalam hidupnya. Kalau sesuatu itu gampang, kenapa kita harus dipersulit, mestinya kita mempergampang hal yang sulit serta memperlancar hal yang gampang. Waoh… indah ‘kan?
Orang yang rendah hati, mudah untuk memaafkan.
Dia tidak mau mengingat kesalahan orang lain, tetapi mengingat hal yang baik yang orang itu pernah lakukan. Dengan mengingat, kita menghidupkan kembali hal yang baik, maka hal-hal yang kurang menyenangkan yang orang lain lakukan perlahan-lahan menipis dan terlupakan. Kerendahan hati adalah pintu masuk untuk segala kebaikan yang lainnya.
Kita tidak heran, kalau orang rendah hati adalah orang yang sangat pandai untuk mendengarkan yang lain. Mendengarkan itu adalah sebuah keterampilan sekaligus kecerdasan. Tidak semua orang sanggup untuk itu. Mendengarkan bisa dipelajari dalam kehidupan nyata setiap hari. Rendah hati bisa dibudayakan. Caranya, mulailah dengan:
1. Mendengarkan perasaan kita sendiri. Kenalilah apa perasaan yang dominan yang muncul hari ini dan kenapa perasaan itu ada. Saat anda bangun tidur, apa perasaanmu: segar, senang, sedih atau mengambang? Lalu kenapa perasaan itu ada? Kita harus peka dengan diri kita.
2. Mendengarkan kebutuhan sendiri? Apa saya perlu berolahraga, tidur, makan, minum atau dengar music? Kenalilah kebutuhanmu sendiri.
3. Mendengarkan suara yang ada disekitar kita. Misalnya, ada suara detakan jam dinding, bunyi mesin AC dan kendararaan motor yang menderu, jengkrik, burung, anjing melolong, dll. Sesudahnya kita, bertanya ada apa dengan suara itu? Dengan bertanya, kesadaran kita diangkat ke satu level lebih tinggi. Dengan menemukan jawabannya, kita secara perlahan-lahan belajar untuk mengenal bunyi atau suara dan mengetahui artinya.
Kerendahan hati adalah jalan menuju kedamaian, kebahagiaan dan sukacita dalam hidup. Kalau anda mau mengalami damai, bahagia dan sukacita dalam hidup, berhentilah untuk sombong. Manusia pertama Adam-Hawa jatuh dalam dosa karena mereka sombong. Mereka ingin sama seperti Tuhan. Karena kesombongan, mereka diusir dari taman Firdaus dan selanjutnya mengalami penderitaan dalam hidup. Mereka susah untuk mencukupi kebutuhan harian, hilangnya kedamaian, kebahagiaan dan sukacita. Kalau anda mau supaya tidak seperti nasib Adam – Hawa, jangan sombong, tetapi perlu rendah hati, rendah hati sekali lagi rendah hati.
Daily discernment. Mendengarkan suara hati. Trims Pater Greg utk renungannya plus tips sederhana melatih ketrampilan 'listening'.