top of page

AKSI PUASA PEMBANGUNAN 2020 KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA

PERTEMUAN I
KEPEKAAN SOSIAL BAGI SESAMA

Apa yang harus aku perbuat? Bapa Uskup Ignatius Kardinal Suharyo dalam salah satu kotbahnya mengajak umat untuk memohon rahmat keresahan. Resah ketika melihat aneka macam ketidakadilan dan kesenjangan sosial di sekitar kita. Tetapi umat beriman Kristiani, dengan rahmat Ilahi, diajak untuk tidak berhenti hanya pada rasa prihatin dan niat-niat suci saja. Keprihatinan yang muncul harus bermuara pada pertanyaan: “apa yang bisa aku perbuat untuk mengatasi hal-hal yang meresahkan ini.



Keadilan sosial adalah masalah abadi yang sudah ada sejak jaman perjanjian lama, Gereja Perdana dan sepanjang sejarah dunia sampai saat ini. Tampak sekali manusia bukan hanya tidak mampu mencari jalan keluar paling ampuh untuk mengatasi masalah ketidakadilan, tetapi alih-alih,masalah itu menjadi semakin besar dan semakin pelik.

Tahun ini adalah tahun yang berfokus pada sila ke 5 Pancasila, yaitu keadilan sosial, tema tahun ini adalah : Amalkan Pancasila, Kita Adil, Bangsa Sejahtera, dengan makna logo Tahun Keadilan Sosial:

1. Bentuk oval menjadi representasi dunia sebagai rumah bersama seluruh ciptaan dan menjadi simbol ikatan yang kuat bagi Negara kesatuan Republik Indonesia.


2. Konfigurasi padi dan kapas membentuk elips menggambarkan bangsa Indonesia yang mengusahakan keadilan dan kesejahteraan. Padi dan kapas menjadi simbol pangan dan sandang.


3. Gugusan pulau-pulau Indonesia yang berwarna kuning seperti padi, merupakan gambaran bangsa Indonesia yang makmur merata.


4. Ilustrasi lima manusia yang berbeda-beda mewakili perbedaan ras,suku, agama,budaya serta mewakili laki-laki dan perempuan, anak-anak muda, orangtua, keluarga dan mereka yang berkebutuhan khusus. Semua berjalan bersama, bergotong royong dan saling membantu agar tak ada lagi yang terpinggirkan, tidak ada lagi korban ketidakadilan, tidak ada yang miskin-kelaparan, pengangguran atau mereka yang tidak mampu mengenyam pendidikan.


5. Warna hijau dan biru yang menjadi atas kelima manusia adalah simbol pengharapan, hidup dan bertumbuh bersama dalam keadilan dan kesejahteraan.


6. Burung Merpati adalah tanda kehadiran Roh Kudus yang menjadi kekuatan gerak kehidupan bersama menuju masyarakat adil dan makmur.


7. Keseluruhan konfigurasi disatukan dan disempurnakan oleh tema “Tema Keadilan Sosial” dalam bentuk tulisan di bagian atas “Amalkan Pancasila” dan tulisan bagian bawah “Kita Adil, Bangsa Sejahtera”.


Pada pertemuan pertama membahas tentang kepekaan sosial bagi sesama, Pancasila bukanlah sebuah semboyan bangsa Indonesia semata, melainkan sebuah refleksi mendalam atas segala anugerah Tuhan terhadap bangsa Indonesia. Dalam perjalanan lahirnya Pancasila, Keadilan Sosial menjadi salah satu titik penting cita-cita bangsa, Presiden Soekarno mengatakan “Prinsip no.4 sekarang saya usulkan yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip: tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”.


Dalam setiap pertemuan,fasilitator boleh memilih 2 saja untuk dibahas dari 3 hal yang di sajikan dalam buku panduan yaitu: realitas sekitar kita, Inspirasi Sabda dan Ajaran Sosial Gereja. Realita sosial yang disajikan dalam pertemuan pertama, yaitu mengenai empat bocah di Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) yang melakukan pencurian di dalam Gereja Pohonitas, kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang. Rupanya mereka sudah terbiasa mencuri, hasil curian mereka gunakan untuk membeli handphone dan bersenang-senang.


Dari kisah realitas sosial ini, apa yang dapat kita lihat adalah tindakan kriminal yang merugikan diri sendiri dan orang lain, lalu apa tanggapan kita terhadap hal ini? Adilkah kita, jika kita menggunakan uang hasil curian atau rampasan demi memenuhi kebutuhan hidup kita, atau bahkan hanya demi kepuasan semata? Disinilah kita diajak untuk melihat, bahwa setiap perbuatan yang dilakukan haruslah dipikirkan masak-masak sebelum kita lakukan.


Nabi Amos,Amos 8:4-10 mengajarkan kepada kita untuk berlaku adil, kita mau lebih peka terhadap keadaan di sekitar kita, janganlah kita menginjak-injak orang miskin demi kepentingan kita semata, melakukan penindasan sebagaimana dahulu bangsa Indonesia dijajah dan dijadikan budak oleh bangsa lain. Menderita dan mengalami ketidakadilan, demi keegoisan kelompok tertentu.


Gaudium et Spes 65,mengajarkan kepada kita bahwa perkembangan ekonomi harus tetap dikendalikan oleh manusia. Perkembangan itu jangan pula dipercayakan saja kepada kesewenang-wenangan sekelompok kecil, atau kelompok-kelompok yang terlampau berkuasa di bidang ekonomi, atau negara melulu, atau beberapa bangsa yang lebih berkuasa. Akan tetapi di setiap lapisan masyarakat sebanyak mungkin orang, dan bila menyangkut hubungan-hubungan internasional semua bangsa seharusnya melibatkan diri secara aktif dalam mengendalikan perekonomian.


Contoh terhadap ajaran sosial Gereja ini adalah, para pedagang pada pasar tradisional dan toko kelontong; dengan berbelanja di pasar tradisional kita ikut membantu pemerataan perputaran uang yang selama ini berfokus pada pedagang-pedagang besar dan pemilik modal kuat seperti Hipermall, Supermarket, waralaba) para pedagang kecil pun mengharapkan mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka melalui berdagang, mereka memerlukan rasa adil itu, pemerataan hak dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Menghemat listrik dan air, juga menjadi contoh tindakan nyata,kelihatannya sepele, tetapi jika kita menelaah lebih dalam lagi, dengan menghemat listrik dan air kita ikut menjaga ketersediaan sumber daya yang terbatas itu agar dapat cukup pula dinikmati semua lapisan masyrakat dan terakhir, hidup sederhana, jika kita hidup sederhana maka kita pun ikut peduli terhadap mereka yang berkekurangan, tidak pamer akan kemampuan kita membeli barang-barang mahal, membeli barang sesuai dengan kebutuhan kita demi terciptanya rasa keadilan di masyarakat kita.

108 views0 comments

Recent Posts

See All

Comentários


bottom of page