Putera Sirakh 35: 12-14.16-18; 2Timotius 4:6-8.16-18; Lukas 18;9-14
Hari ini kita, Paroki Pademangan, St. Alfonsus Rodriguez merayakan pesta Pelindung Paroki yang ke 51 tahun. Di usia seperti ini, pasti banyak kenangan yang kita ingat dan juga banyak cita-cita yang ingin kita wujudkan. Uisa 51 tahun simbol sebuah kematangan dan kedewasaan dalam hidup menggereja. Adakah ciri itu sudah menjadi milik kita semua di paroki ini? Sebuah paroki dengan usia 51 tahun, mestinya sudah mandiri dalam segala aspek kehidupan menggereja.
St. Alfonsus Rodriguez adalah seorang yang beriman teguh dan bersemangat untuk menjadi baik dengan menghidupi iman yang dimilikinya. Ia sendiri dalam hidupnya mengalami banyak tantangan tetapi ia tidak pernah berhenti berjuang. Misalnya: Ayahnya meninggal di saat dia masih berusia 14 tahun. Karena itu, ia harus berhenti bersekolah untuk membantu ibunya meneruskan usaha keluarga berjualan kain wol. Pada usia 26 tahun dia menikah dengan Maria Suarez. Dari pernikahannya itu dikaruniai 3 orang anak. Tetapi 5 tahun kemudian dia menjadi duda. Bukan cuma menduda, 2 orang anaknya juga meninggal. Sejak saat itu ia sudah mulai lebih mencintai doa dan melakukan silih atas dosa, melalui mortifikasi (pemurnian diri dengan menyiksa tubuh sendiri). Tak lama berselang anaknya yang ketiga meninggal. Menghadapi situasi itu, ia semakin berniat untuk bergabung dengan biara. Di kampungnya Segovia - Spanyol ada biara Jesuit. Tetapi ia tidak bisa diterima masuk biara karena tak punya cukup pendidikan. St. Alfonsus Rodriguez tak patah semangat. Di usianya yang ke 39 tahun, ia coba untuk melanjutkan pendidikannya di college Barcelona, tetapi gagal. Sakit auterities juga mengganggu kesehatannya.
Di saat hampir berusia 40 tahun, 31 Januari 1577 dia melamar ke Jesuit untuk menjadi bruder awam. Dia diterima. Probasi / pencobaan selama 6 bulan di Vallencia dan sesudah itu dia dikirim ke College Majorca untuk menjadi penjaga pintu (porter). Dia melaksanakan tugas pelayanannya itu dengan penuh kesungguhan. Banyak orang yang sangat terkesan dengan pelayanannya. Ia menjadi penasihat dan pembimbing untuk banyak orang yang datang menemuinya. Sebagi penjaga pintu, tugasnya sederhana hanya mencari siswa dan orangtua siswa di lorong sekolah, menyampaikan pesan mereka, menghibur orang sakit dan membagi bantuan kepada orang yang membutuhkan. Setiap kali bell berbunyi, ia melihat ke pintu dan melihat Allah yang berdiri di luar pintu yang ingin untuk masuk.
Dari kisah St. Alfonsus Rodriguez ini, mengajak kita semua untuk pantang menyerah dalam hidup setiap hari. Doa adalah pegangan dan modal dalam hidup. Sesulit apa pun tantangan yang kita hadapi pasti ada jalan keluarnya. Di ujung trowongan yang gelap pasti ada cahaya. Di samping berdoa perlu bertobat.
Putra Sirakh meyakini kita bahwa “Tuhan adalah hakim yang tidak memihak. Doa orang yang terjepit didengarNya. Jeritan yatim piatu atau janda tidak diabaikanNya. Tuhan berkenan kepada siapa yang dengan sebulat hati berbakti kepadaNya. Doa orang miskin menembus awan, ia tidak terhibur sampai mencapai tujuannya. Ia tidak berhenti sampai yang Mahatinggi memandangnya” ( bdk Sir 35: 12-14.16-18). Kitab ini ditulis 200 tahun sebelum masehi. Ia merupakan kumpulan dari tradisi dan pengajaran “orang-orang bijak”. Putra Sirakh adalah seorang kaya, terdidik dan seorang bapa keluarga. Dia mempunyai banyak pembantu. Ia orang yang sociable, berhubungan dengan orang dari kalangan berbeda, pembisnis, para medis, hakim dan kelompok lainnya. Dia adalah seorang pembinis yang berhasil. Putra Sirakh mengakui, bahwa Kitab-Kitab Sucilah yang membuat dia berhasil. Karena dia hidup menurut nasihat Kitab-Kitab suci itu. Dengan menulis kitab ini, ia mau membagi pengalamannya dari apa yang telah dia alami. Hukum Allah membimbing manusia menjadi lebih manusiawi, lebih pandai, lebih bertanggungjawab: baik terhadap diri sendiri maupun dalam kehidupan sosial.
Putra Sirakh dengan sangat dalam, menggambarkan ketulusan hati dalam berdoa. Doa orang yang selalu mencari dan mengutamakan Tuhan senantiasa didengarNya. Ia tidak membiarkan orang semacam ini merana. “Seperti tanaman di musim kemerau merindukan hujan demikianlah hati orang yang tulus merindukan Tuhan. Seperti marga satwa merindukan teduhan di saat mentari terik demikianlah orang yang suci hatinya merindukan Tuhan”. Bagi Putra Sirakh, harapan terakhir bagi orang yang tertindas, terhimpit adalah Tuhan. Permohonan orang yang terhimpit selalu keluar dari keiklasan, dari suasana hati yang paling dalam. Orang terhimpit adalah mereka yang selalu tabah, sabar dalam menghadapi segala sesuatu. Dalam situasi terhimpit sekalipun mereka tidak pernah hilang harapan bahwa Tuhan akan senantiasa menolong mereka dengan caraNya sendiri. Keterbukaan mereka untuk bergantung pada Allah adalah keadaan yang memungkinkan rahmat Allah berkarya atas mereka.
Paulus menyadari secara utuh bahwa Tuhan adalah penolong satu-satunya dalam hidup. Dia diandalkan dalam segala situasi. Apa pun situasi yang dialami dalam hidup, Tuhan tidak pernah meninggalkan Paulus. Hal yang sama juga terjadi dengan orang-orang yang mengenal Kristus sesudah zamannya Paulus. Hanya bedanya, orang sesudah jamannya Paulus sering meninggalkan Tuhan untuk bergantung pada “allah-allah” lain hasil ciptaannya sendiri. “allah-allah” itu hadir dalam bentuk kerterikatan pada “kuasa, harta dan kenikmatan”. Itu terjadi karena kerakusan. Kerakusan selalu menjerumuskan orang kedalam situasi yang menyengsarakan. Agar kita tidak rakus dalam hidup ini, kita perlu tujuan hidup yang jelas. Ke mana saya akan pergi dan jalan mana yang akan saya lalui. Orang yang rakus kadang ia tidak mempunyai tujuan yang jelas dalam hidupnya.
“Doa orang Farisi dan pemungut cukai”.
Orang Farisi adalah orang yang memahami tradisi Yahudi secara baik dan hidup sesuai dengan hukum Musa. Mereka adalah kalangan orang yang selalu menganggap dirinya lebih baik dari kalangan yang lain. Mereka mempunyai status sosial yang disegani dalam masyarakat. Sedangkan pemungut cukai, adalah orang yang dikenal secara umum sebagai orang yang tidak jujur. Mereka sering membuat penipuan, menagih lebih dari jumlah yang sebenarnya. Mirip-mirip dengan situasi “institusi” di Indonesia, walau pun tidak sedikit pula “institusi” kita yang jujur. Singkatnya orang Farisi dilabeli baik dalam masyarakat sedangkan Pemungut Cukai sebagai orang jahat, berdosa. Inilah stigma sosial yang mereka terima.
“Doa orang Farisi: Ya Tuhan aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti orang lain, bukan perampok, bukan lalim, bukan pezinah, dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Doa Pemungut cukai: ia berdiri jauh-jauh, tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: “ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini”. Orang ini pulang ke rumah sebagai orang yang dibenarkan Allah. Barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan, bdk Luk 18:9-14.
Doa adalah hal yang lasim kita lakukan, entah secara pribadi maupun bersama-sama. Doa adalah sarana yang mendekatkan kita dengan Allah. Di saat kita berdoa, Allah menjadi begitu dekat dengan kita dan kita pun ditarik untuk dekat denganNya. Pada saat itu kita masuk dalam ruangan Allah. Doa kita harus lahir dari sebuah kerendahan hati, ketulusan dan keiklasan. Kita 100% menyerahkan diri kepada Tuhan. Tidak ada 50-50; 50% memohon bantuan Tuhan dan 50% lagi memohon kekuatan lain. Doa kita harus utuh dan kita berjuang juga harus utuh. Unsur-unsur penting dalam doa adalah: “syukur dan pujian; mohon belaskasihan / ampun, menyampaikan intensi / permohonan; dan membiarkan kehendak Tuhan yang terjadi, bukan kehendak kita”.
1).Dalam Yakobus 4:2-3 “kamu mengingini sesuatu , tetapi tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh, kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa….”. 2).Doa hendaknya menjadi nafas hidup kita. Di saat kita selalu berdoa, hubungan dengan Tuhan menjadi semakin dekat. “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Fil 4: 6). 3).Bawalah segala sesuatu yang kita alami dalam doa. Kita menyerahkan seluruh yang kita alami ke dalam penyelenggaraan Tuhan. Dia selalu bermurah hati kepada siapa saja yang datang kepadaNya dengan ketulusan dan kerendahan hati. 4).Tuhan senantiasa mendengarkan setiap keluhan dan permohonan kita. “sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaranNya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatan, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar ialah segala dosamu (Yes 59:1-2).
Berdoa itu tidak boleh; “Part time, sometimes apalagi no time at all”. Mestinya kita berdoa on time, full time and over time. Karena kita bisa meninggal at anytime. Kalau Tuhan panggil, kita tidak bisa katakan, sabar dulu, saya perbaiki ini dan itu atau belum siap. Harus siap setiap waktu.
Comments