Minggu Biasa 27 C 2019
Habakuk 1:2-3; 2:2-4; 2Timotius 1:6-8.13-14; Lukas 17:5-10
Nabi Habakuk ada dalam ketakutan, kecemasan dan keputusasaan (bdk Hab 1:2-3; 2:2-4). Situasi ini terjadi karena tantangan yang sudah dialaminya dan yang bakal dia alami. Ia merasa seakan tidak diperhatikan Tuhan dalam kesulitan yang ia hadapi. Perasaan seperti ini muncul di kala orang menghadapi tantangan yang hampir tak terpikulkan lagi. Banyak orang mengalami situasi seperti itu. Semakin orang cemas dan takut dalam menghadapi kesulitan, semakin sukar ia menemukan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya.
Sebaiknya, semakin kesulitan terasa makin berat, orang harus semakin rendah hati, terbuka terhadap rencana Tuhan dan bersama Tuhan menerima kesulitan itu. Sesudah kita menerima, kita mencari kenapa kesulitan itu timbul, apa saja yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak negatifnya dalam kehidupan harian. Kita harus menemukan akar dari kesulitan yang kita hadapi. Lalu kita menyelesaikan dari akarnya. Selanjutnya terus mencari kemungkinan jalan keluar terbaik agar kita dapat mengontrol dan mengendalikan kesulitan yang dihadapi. Seperti rumput “simareme=rumput padi” (daunnya seperti padi, akarnya sangat dalam, dan mudah sekali berkembang biak), untuk memusnakan rumput ini, kita musti menggali akarnya, mencabutnya keluar. Akar “simareme” umumnya sangat dalam. Karena itu butuh kesabaran, untuk mencabutnya keluar, kalau kita mau agar dia mati. Cabut akarnya, bukan hanya cabut batangnya. Demikian juga dengan kesulitan hidup, kita mesti menyelesaikan akarnya, kalau tidak kesulitan itu akan terus muncul, dan kadang dengan wajahnya yang baru.
Jangan pernah kita menyerah pada kesulitan yang kita hadapi. Prinsip yang harus dipegang adalah “setiap kesulitan ada jalan keluarnya”. Untuk menemukan jalan keluar itu, butuh kesabaran, ketabahan dan kerendahan hati. Kita mengatasi dari akarnya. Dan untuk hal ini, butuh proses.
Orang yang sukses dalam mengatasi kesulitan hidup adalah dia yang tidak pernah berhenti untuk mencoba cara baru untuk menghadapi sesuatu atau mengatasi sesuatu. Bedanya orang yang sukses dan gagal ada di sini. Orang yang gagal, dia pasrah dengan situasi yang dihadapi, ia berhenti mencari cara lain untuk mengatasi tantangan yang dihadapi. Di saat dia berhenti mencari jalan keluar, di sini kegagalan itu mulai menjadi kenyataan.
Sebaliknya, orang yang sukses, adalah dia yang tidak pernah berhenti menemukan cara baru untuk menghadapi tantangan atau kesulitan. Dengan rendah hati, ia mencoba dan terus mencoba sekali lagi. Segala sesuatu itu, dilalui dalam proses. Kesuksesan itu datang melalui proses, bukan terjadi secara instant.
Ada dua orang peminta, yang datang mengetuk pintu orang yang selalu suka membantu. Mereka bersamaan mengetuk pintu. Lalu mereka memutuskan untuk mengetuk sampai 100 kali. Sampai ketukan ke 100, pintu belum juga terbuka. Maka si A, langsung meninggalkan pintu orang yang murah hati itu. Sedangkan si B, dia mencoba untuk bertahan dan mengetuk sekali lagi. Persis di ketukan ke 101, orang yang murah hati itu membukakan pintu. Dan mengajak si B masuk serta menolongnya. Orang yang murah hati itu, ternyata ada di ruangan paling belakang, sehingga lama sekali baru dia mendengar ketukan mereka. Dan dari ruangan itu, ia masih butuh waktu menuju ke pintu utama. Beda dari Si A dan Si B yaitu dengan bersabar dan mencoba sekali lagi.
Kesuksesan itu lahir dari sebuah proses. Dalam proses itu ada tujuan, ada cara untuk mencapai tujuan dengan tahapan-tahapannya. Tahapan paling pertama dalam mencapai tujuan katakan secara terus menerus untuk diri kita sendiri bahwa “saya bisa”. Kata “saya bisa” itu kemudian, memacu semangat dan kemampuan untuk memanfaatkan segala potensi yang kita miliki untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Jangan pernah lupa “kejujuran” terhadap diri sendiri adalah kuncinya agar kita tetap fokus pada apa yang kita lakukan.
Keluhan Habakuk atas segala ketakutan, kecemasan dan keputusasaannya dijawab Tuhan dengan memperingatkan “sesungguhnya orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya; sedangkan orang jujur, hidup berkat imannya”. Tuhan memperingatkan Habakuk dan juga kita semua, bahwa orang sombong, angkuh, congkak, membawa dalam dirinya “ketidakjujuran”, tidak lurus hatinya. Tuhan menegaskan satu hal ini, “orang jujur hidup berkat imannya”.
Jalan untuk menjadi tidak jujur itu terbuka lebar, peluangnya banyak sekali. Orang yang hidup dalam ketidakjujuran selalu mendapat banyak teman, koneksi dan jaringan. Tetapi ketidakjujuran selalu membawa kecemasan dan ketidakdamaian dalam hati.
Orang jujur itu selalu ditantang, dicemoohi, tidak disukai banyak orang terutama berhubungan dengan urusan yang mendatangkan uang. Betul bahwa ia tidak disukai oleh orang kebanyakan. Tetapi orang yang berkorban dan berjuang untuk jujur itu, senantiasa dilimpahi dengan kedamaian yang tak terkirakan. Ia bahagia, karena ada kedamaian dan sukacita. Uang hanya melengkapi kebahagiaan bukan satu-satunya sarana untuk mencapai kebahagiaan. Sarana untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup itu adalah kejujuran.
Paulus kembali menyemangati Timotius untuk senantiasa memperbaharui diri (bdk 2Tim 1:6-8.13-14). Pembaharuan yang paling pertama yaitu hubungan dengan Tuhan harus terus dibina, ditingkatkan intensitasnya dan harus terjadi terus-menerus. Tuhan memberi kita roh yang membangkitkan kekuatan (keberanian) dan ketertiban (ketaatan). Kalau kita memiliki keberanian dan ketaatan maka semestinya kita tidak takut untuk memberi kesaksian tentang Tuhan. Karena itu Paulus mengingatkan Timotius untuk mengikuti contoh baik yang pernah diberikannya, ajaran yang benar dan dihidupi dalam semangat iman dan kasih akan Kristus Yesus, Tuhan dan juru selamat kita.
Paulus selalu memberikan kita contoh yang baik dalam hal iman, yaitu saling memberi dukungan / motivasi, saling memperhatikan satu sama lain, dengan itu orang tetap ingat akan komitment, janji dan juga tujuan hidupnya yang jelas. Menjadi saudara bagi orang lain.
Dunia dewasa ini mudah sekali untuk membelokan tujuan hidup orang, karena godaan dan tawaran terlalu banyak, misalnya menghalalkan cara untuk mencapai tujuan. Orang mau hidup santai dengan berkelimpahan harta, tetapi tidak mau bekerja keras. Maka yang terjadi adalah mencuri, merampok, minuman keras, narkoba, manipulasi laporan untuk menguntungkan diri.
Kerinduan setiap orang yang percaya kepada Yesus yaitu mempunyai iman yang teguh (bdk Luk17: 5-10). Karena itu, para murid meminta kepada Yesus agar iman mereka ditambah (ay.5); tambah kuat, teguh dan semakin berani untuk memberi kesaksian tentang Yesus serta SabdaNya. Atas permohonan para rasul itu, Yesus menjawab andaikan kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu bisa berkata kepada pohon ara ini, “tercabutlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu” (ay.6). Apa maksud Yesus dengan pernyataanNya ini? Iman itu bukan hal yang ditambahkan dari luar. Tetapi ia muncul dan tumbuh dari dalam diri seseorang. Iman itu mestinya dihidupi, agar ia tidak hilang dan mati. Karena iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati (Yak 2:26). Setiap orang dalam kesehariannya musti memupuk imannya dengan meningkatkan hidup rohani, lewat doa yang terus menerus, membaca kitab suci secara rutin, menerima sakramen-sakramen secara berkala serta pembaharuan diri terus menerus dengan mengevaluasi diri sendiri.
Mengevaluasi diri itu, maksudnya supaya kita mengetahui seberapa jauh kita sudah melangkah selama ini serta aspek posetif mana yang berkembang, yang membutuhkan perhatian, yang perlu dipertahankan dan yang perlu terus ditingkatkan. Juga kita melihat tantangan, kesulitan atau pun hal negatif lainnya yang menghalangi perwujudan diri serta potensi diri secara maksimal.
Dengan mengevaluasi diri, kita bisa mengenal kekuatan dan kelemahan, serta menemukan cara baru untuk meningkatkan efektifivas, efesiensi serta kapabilitas kita dalam meningkatkan mutu diri. Semua hal ini, terjadi kalau kita menyadari bahwa hidup ini adalah sebuah proses yang tak pernah berhenti. Hidup adalah sebuah proses untuk “menjadi”, menjadi lebih baik, lebih jujur, lebih disiplin dan lebih beriman.
Comments