Minggu Biasa XXXI
Tahun C 2019
Kebijaksanaan 11:22-12:2, 2Tesalonika 1:11-2:2; Lukas 19:1-10
Kitab Kebijaksanaan (11:22-12:2) mengingatkan kita bahwa Tuhan yang kita imani, yang kita puji dan sembah adalah Tuhan atas segala sesuatu. Dia yang menciptakan dan berkuasa atas segala sesuatu di darat, air, laut dan udara. Segala yang diciptakanNya, disayangiNya. Dialah yang memberi Roh kehidupan kepada segala yang hidup. KeagunganNya ada dan nyata dalam segala sesuatu. Orang yang menyimpang dari jalan yang benar ditegurNya. Ia memberi kesempatan kepada yang berdosa untuk bertobat. Kasih setia Tuhan tetap untuk selama-lamanya.
Allah itu ajaib. Ia membuat hidup kita, indah pada waktunya. Segala sesuatu yang ada dan terjadi dalam hidup ini, semuanya terjadi karena ada alasannya. Melalui semua pengalaman yang kita alami, Tuhan mau menunjukkan kasih dan kebaikanNya kepada kita. Ia memberi kita cobaan, yang sanggup untuk kita atasi. Melalui tantangan Ia menguji kesetiaan dan iman kita kepadaNya. Tuhan tidak pernah memberi cobaan yang berada di luar kemampuan kita untuk menanggungnya. Di kala kita merasa tak sanggup, kehabisan tenaga dan ketiadaan jalan untuk menghadapinya, Tuhan sendiri datang menolong dan membantu. Dalam semua pengalaman yang mengembirakan, Tuhan menguji kita apakah kegembiraan itu sanggup kita bagikan dengan sesama. Sebab setiap orang adalah gambaran Allah, bayangan wajah Allah yang kelihatan. Dalam semua pengalaman yang menantang, menakutkan, menyedihkan, Tuhan menguji kita, apakah kita tetap setia kepadaNya atau berpaling kepada “allah lain, hasil ciptaan kita”. Allah memberi tantangan yang sanggup untuk kita pikul. Karena Ia menyanyangi kita seperti seseorang melindungi biji matanya.
Belajar dari Rasul Paulus.
Ia mengingatkan dan sekaligus menegukan orang Tesalonika: “kami senantiasa berdoa untukmu, supaya Allah kita menganggap kamu layak untuk panggilanNya, dengan kekuatanNya menyempurnakan kehendakmu untuk berbuat baik dan menyempurnakan segala pekerjaan imanmu, sehingga nama Yesus, Tuhan kita, dimuliakan di dalam kamu dan kamu di dalam Dia. Jangan lekas binggung dan gelisah, baik oleh ilham roh, maupun oleh pemberitaan atau surat yang dikatakan dari kami, seolah-olah hari Tuhan telah tiba (bdk 2Tes 1:11-2:2). Sebuah persahabatan yang sejati mestinya dibangun di atas dasar saling memperlakukan yang lain sebagai saudara. Paulus menunjukkan itu, dengan senantiasa meneguhkan, menguatkan serta memberi ketenangan dan rasa aman di kala para sahabatnya mengalami sesuatu yang mengoncangkan. Ia meneguhkan para sahabatnya dengan kata dan perbuatan. Ia mendoakan mereka. Ia membuat para sahabatnya tidak merasa sendirian dalam situasi yang mereka alami.
Kekuatan sebuah dukungan, bisa membuat hidup orang lain menjadi sangat berbeda, dari gelisah menjadi tenang, dari takut menjadi berani, dari putus asa menjadi penuh harapan, dari keraguan menjadi yakin. Dalam kehidupan bersama, hal seperti ini yang mestinya kita bangun dan ciptakan. Kita harus saling mendukung satu sama lain. Saling memberi arti positif dengan kehadiran, dengan kata-kata peneguhan serta doa-doa yang kita panjatkan. Hal-hal ini kelihatannya kecil dan sederhana, tetapi besar sekali pengaruhnya dalam kehidupan seseorang. Ia bisa menciptakan mukjisat dalam hidup seseorang. Mukjisat itu tetap ada, tetap nyata sekarang, melalui perlakuan dan pikiran posetif yang kita bagi dan hidupkan setiap hari. Mukjisat itu adalah anda, dirimu dengan segala ups dan downs-nya, dengan apa-adanya dirimu.
Dirimu adalah sarana yang menyalurkan kasih Allah kepada orang lain. Dirimu adalah saluran yang membuat rahmat Allah menjadi nyata dalam hidup saudara-saudarimu. Dirimu adalah perpanjangan tangan dan kasih Yesus yang menjama kehidupan sesamamu. Kita tidak perlu tunggu untuk berbuat baik. Kita tidak perlu ada hal yang luar biasa ekstrimnya untuk menjadi berkat bagi orang lain. Dirimu adalah berkat untuk sesamamu, di kala anda mulai memperlakukan mereka sebagai “kembaranmu”, sebagai saudaramu, sebagai bagian dari hidupmu.
Keseimbangan hidup di dunia ini terjadi, di kala kita memberi kesempatan agar yang lain mengalami apa artinya kasih sayang, pengertian, maaf dan didengarkan. Allah itu, luar biasa untuk hidup kita. Ia membuat segala sesuatunya mungkin. Ia menjadikan dirimu, kenisah Allah yang hidup, yang berjalan, yang memancarkan kebaikan kepada orang lain. Kawan, berhentilah untuk membenci, saling mempersalahkan, saling menuding dan saling melempar tanggung jawab. Ini saatnya untuk anda katakan, saya juga bisa. Kita bisa, untuk membuat hidup ini menjadi semakin baik dari saat ke saat. Jangan tunggu, jangan menunda untuk melakukannya. Mari kita mulai dengan langkah-langkah kecil yang sanggup kita lakukan. Katakan kepada dirimu, bahwa Allah hadir dalam dirimu, Ia berkarya dalam dirimu. Allah menjadikan kamu sarana untuk membawa keselamatan bagi yang lain. Keselamatan itu terjadi di kala kita mulai mengalami: sukacita, keadilan, kedamaian.
“Yesus datang untuk mencari dan menyelamatkan orang”
Zakheus: seorang pemungut cukai. Ia kaya. Ia ingin melihat Yesus, tetapi tidak bisa, karena badannya pendek. Ia tidak kehilangan cara. Ia lari mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus yang akan lewat di situ. Perjuangan Zakeus mendapatkan hasil yang menggembirakan. Yesus memulai dialog dengan Zakeus. Sesampai di pohon ara itu, Yesus melihat ke atas dan berkata: “ Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu”. Suatu sapaan yang mengubah Zakeus. Kebutuhan Zakeus hanya untuk melihat orang seperti apakah Yesus itu? Tetapi Yesus menjawabinya dengan mau datang ke rumahnya. Inilah pengalaman transformatif Zakeus.
Zakheus segera turun dari pohon ara dan menerima Yesus dengan sukacita. Kehadiran Yesus mengubah hidup Zakeus “setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat”. Ia menyadari kesalahan dan ketidakadilan yang diciptakannya.
Belajar dari Zakheus.
Dia orang yang menyadari situasi dirinya. Ia tahu apa yang pernah ia lakukan. Ia mengevaluasi dirinya. Ia mengakui masa lalunya. Karena itu, ia ingin memperbaiki diri, dan melakukan hal yang lebih posetif. Kesadaran yang penting dari Zakheus:
- Ia ingin melihat Yesus. Melihat Yesus, artinya ingin hidupnya dipengaruhi oleh Yesus. Dia mau supaya kekayaan hidup Yesus, biar hanya “rembesannya saja” mengenai dan mengubah dan membersihkan Zakeus. Ia ingin keluar dari kegelapan hidupnya dan masuk dalam terang Yesus.
- Ia naik ke pohon arah: simbol sebuah niat pribadi untuk meningkatkan kesadaran posetif agar yang baik itu terjadi dalam hidup. Ia bangkit dari keterpurukannya, naik kembali ke level dan hal yang baik. Hal yang baik selalu lebih tinggi dari hal negatif. Yang baik itu selalu di atas. Di ketinggian, Zakheus bisa melihat jauh. Horisonnya menjadi terbuka. Ia melihat jauh ke masa lalu dan juga ke masa depan. Akhirnya Ia sadar, bahwa ada banyak hal yang perlu ia perbaiki. Ia harus melakukan itu secepatnya, agar ia tidak terbawa lagi dalam pengaruh negatif yang sudah lama akrab dengan hidupnya.
- Ia turun dari pohon ara. Ia mengubah diri, turun dari pohon kesombongan, keanguhan dan kedosaannya, untuk kembali kepada kebaikan, dekat dengan Yesus. Ia mau mengenakan semangat Yesus dalam hidupnya, kerendahan hati, kedamaian serta keadilan. Zakheus memilih jalan yang benar. Ia memilih untuk dekat dengan Yesus. Konsekwensinya: ia memperbaiki diri yakni memperlakukan yang lain sebagai saudara. Ia membagi berkat yang dia terima dengan orang-orang yang kurang beruntung nasibnya, terutama kepada yang miskin. Miskin dalam konteks Zakheus yaitu orang yang tidak mempunyai apa-apa untuk mempertahankan hidupnya.
Dari kesadaran yang muncul di atas, maka Zakheus menerima berkat dari Yesus “hari ini telah terjadi keselamatan atas rumah ini karena orang ini pun anak Abraham”. Anak manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. Pertobatan yang Zakheus tunjukkan menjadi sarana yang menyelamatkan untuk dirinya. Sejak saat itu juga Zakheus memperoleh kembali martabatnya sebagai anak Allah, yang dipenuhi dengan kedamaian, sukacita dan keadilan. Ia diselamatkan.
Mari kita terus meniru ajakan kitab Kebijaksanaan untuk senantiasa menyerah diri kepada Tuhan, karena kasih setiaNya tidak terbatas dan kebaikanNya tidak berkesudahan. Jangan lupa contoh yang diberikan oleh Paulus untuk senantiasa saling meneguhkan satu sama lain, saling memperlakukan sebagai saudara dan saling mendoakan. Dan pengalaman keterpurukan Zakheus menjadi pelajaran berarti untuk kita. Segala sesuatu itu (yang negatif) bisa diubah kalau kita mau. Kita bisa menjadi lebih baik dari sekarang, kalau kita mau. Tuhan senantiasa memberkati setiap niat baik kita untuk menjadi putra-putriNya yang baik.
Comments