Minggu Biasa 29 C 2019
Keluaran 17:8-13, 2Timotius 3:14-4:2, Lukas 18:1-8
Raja Yosua berperang melawan orang Amalek di Rafidim. Musa turun tangan langsung dalam situasi perang ini dengan memantaunya dari atas bukit. Ia memegang tongkat Allah. Ia ditemani oleh Harun dan Hur. Apabila tangan Musa yang memegang tongkat Allah di angkat maka pasukan Israel yang menjadi semakin kuat, sedangkan kalau tangannya diturunkan, pasukan Amaleklah yang menjadi kuat. Harun dan Hur membantu Musa untuk menopang tangannya, setelah mereka menaruh batu untuk menjadi tempat duduk Musa. Dengan cara itu, Musa tidak pernah menurunkan tangannya, sehingga Israel bisa mengalahkan pasukan Amalek (bdk Kel 17:8-13).
Kesetiaan untuk selalu memikirkan alternatif dalam hidup, membantu orang untuk bisa keluar dari setiap kesulitan dan tantangan hidupnya. Orang yang tidak bisa mengatasi tantangan dan kesulitan adalah mereka yang tidak kreatif mencari dan menemukan jalan keluar atas apa yang dihadapinya. Harun dan Hur memberi kita contoh, untuk selalu terbuka terhadap realitas yang terjadi dan menemukan cara baru untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru itu. Mereka berinisiatif untuk membantu Musa, karena mereka tahu apa konsekwensi dari pilihan yang mereka buat.
Allah menganugerahkan kepada kita akal budi dan pengertian supaya kita bisa menggunakannya setiap waktu, kapan dan di mana saja. Itulah berkat cuma-cuma yang Allah berikan kepada kita, akal budi dan pengertian. Akal budi bisa diasa menjadi semakin tajam dan cepat dalam berpikir. Hal itu dimungkinkan dengan selalu membuka diri, terhadap segala sesuatu yang ada dan terjadi di sekitar kita. Pengertian kita semakin dimurnikan kalau kita tidak tinggal dalam cengkraman rasa puas diri dan ketertutupan yang tak berujung. Orang yang tertutup dan tidak membuka dirinya terhadap realitas dan perubahan yang ada, menjadi orang yang susah untuk berkembang dan tidak sanggup bersaing dalam hidup nyata.
Mari kita terus membiasakan diri, untuk senantiasa terbuka terhadap karya agung Allah yakni Roh Pembaharuan. Hidup yang dibaharui setiap hari adalah hidup yang layak untuk dihidupi. Sedangkan hidup yang tidak dibaharui adalah pemborosan terhadap rahmat Allah yang diberiNya cuma-cuma setiap saat. Hidup yang tidak pernah dievaluasi, tidak layak untuk dihidupi.
Rasul Paulus meneguhkan Timotius dengan keyakinan bahwa “orang-orang kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”. Caranya yaitu berpegang teguh pada kebenaran dan ingat akan nasihat Kitab Suci, yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan. Wartakanlah Sabda Allah. Nyatakan apa yang salah, tegur dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran (bdk 2Tim 3:14-4:2).
Yesus mengingatkan para muridNya untuk “selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu”. Doa adalah kekuatan yang mampu mendekatkan kita dengan Allah. Kita masuk ke dalam ruang Allah dan ada bersamaNya. Di kala kita mempunyai kedekatan yang akrab dengan Allah di saat itu kita dipenuhi dengan sukacita. Iman menjadi semakin teguh. Harapan menjadi tak tergoyahkan. Kasih menjadi semakin disempurnakan. Doa yang tak jemu-jemu diumpamakan dengan seorang janda, yang meminta kepada hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati siapapun untuk membelanya. “Belalah hakku terhadap lawanku”!. Ia berulang-ulang meminta bantuan kepada hakim itu. Sampai akhirnya hakim itu membantunya (Luk 18:1-8).
Doa seharusnya seperti nafas, tanpa henti. Doa hanya berhenti dikala nafas juga berhenti. Mari kita menghirup kasih dan kebaikan Allah dan menghembuskan semua kekurangan dan ketidakpantasan kita sebagai putra-putri Allah. Berjuanglah untuk menggantikan segala hal “yang tidak sesuai dengan kehendak Allah yang ada dalam diri kita” dengan kebaikan dan kasihNya. Pada akhirnya “kita akan menghirup kebaikan dan kasih Allah, juga kita menghembus kebaikan dan kasih Allah”. Inilah cita-cita kita agar sungguh menjadi gambaran utuh Allah. Mari kita tekun dalam doa juga dalam karya.
Comentários