Pesta Pelindung Paroki
SELAMAT BERPESTA UNTUK SEGENAP UMAT, SUSTER DAN ROMO. Hari ini kita, Paroki Pademangan, St. Alfonsus Rodriguez merayakan pesta Pelindung Paroki yang ke 51 tahun. Di usia seperti ini, pasti banyak kenangan yang kita ingat dan juga banyak cita-cita yang ingin kita wujudkan. Usia 51 tahun simbol sebuah kematangan dan kedewasaan dalam hidup menggereja. Adakah ciri itu sudah menjadi milik kita semua di paroki ini? Sebuah paroki dengan usia 51 tahun, mestinya sudah mandiri dalam segala aspek kehidupan menggereja.
Semangat St. Alfonsus Rodriguez hendaknya menjadi semangat kita semua. Menjadi seorang yang beriman teguh dan bersemangat untuk menjadi baik dengan menghidupi iman yang dimiliki. St. Alfonsus Rodriguez dalam hidupnya mengalami banyak tantangan tetapi ia tidak pernah berhenti berjuang. Misalnya:
1. Ayahnya meninggal di saat dia masih berusia 14 tahun. Karena itu, ia harus berhenti bersekolah untuk membantu ibunya meneruskan usaha keluarga berjualan kain wool.
2. Pada usia 26 tahun dia menikah dengan Maria Suarez. Dari pernikahannya itu dikaruniai 3 orang anak. Tetapi 5 tahun kemudian dia menjadi duda di usia 31 tahun. Bukan cuma menduda, 2 orang anaknya juga meninggal. Sejak saat itu ia sudah mulai lebih mencintai doa dan melakukan silih atas dosa, melalui mortifikasi (pemurnian diri dengan menyiksa tubuh sendiri).
3. Tak lama berselang anaknya yang ketiga meninggal. Menghadapi situasi itu, ia semakin berniat untuk bergabung dengan biara. Di kampungnya Segovia - Spanyol ada biara Jesuit. Tetapi ia tidak bisa diterima masuk biara karena tak punya cukup pendidikan. St. Alfonsus Rodriguez tak patah semangat.
4. Di usianya yang ke 39 tahun, ia coba untuk melanjutkan pendidikannya di college Barcelona, tetapi gagal. Sakit auterities juga mengganggu kesehatannya.
Di saat hampir berusia 40 tahun, 31 Januari 1577 dia melamar ke Jesuit sebagai bruder awam. Dia diterima. Probasi / pencobaan selama 6 bulan di Vallencia dan sesudah itu dia dikirim ke College Majorca untuk menjadi penjaga pintu (porter). Dia melaksanakan tugas pelayanannya itu dengan penuh kesungguhan. Banyak orang yang sangat terkesan dengan pelayanannya. Ia menjadi penasihat dan pembimbing untuk banyak orang yang datang menemuinya. Banyak orang sangat tertolong. Tugasnya sederhana hanya mencari siswa dan orangtua siswa di lorong sekolah, menyampaikan pesan mereka, menghibur orang sakit dan membagi bantuan kepada orang yang membutuhkan. Setiap kali bell berbunyi, ia melihat ke pintu dan melihat Allah yang berdiri di luar pintu yang ingin untuk masuk. Ia melihat Allah dalam diri sessamanya.
Dari kisah St. Alfonsus Rodriguez ini, mengajak kita semua untuk pantang menyerah dalam hidup setiap hari. Doa adalah pegangan dan modal dalam hidup. Sesulit apa pun tantangan yang kita hadapi pasti ada jalan keluarnya. Di ujung trowongan yang gelap pasti ada cahaya. Di samping berdoa perlu bertobat.
Comments